Kisah ini menceritakan seorg tukang kayu yg hidup bersama istrinya di sebuah rumah sederhana di pinggiran hutan. Meskipun sudah lama menikah, namun mereka belum dikaruniai anak. Si tukang kayu adalah org yg rutin bermeditasi. Karena diasah setiap hari, konsentrasinya menjadi sangat kuat
dan lama kelamaan indra pendengarannya pun semakin tajam. Kadang2 dia bisa mendengar suara2 makhluk halus disekitarnya.

Suatu hari, seperti biasa si tkg kayu pergi ke gudang mengambil kapak dan
setelah itu dia pergi ke hutan mencari kayu bakar. Ketika sedang membelah
kayu, tiba-tiba dia mendengar suara 2 anak kecil sedang bercakap cakap.

"Hei, kamu mau kemana?"

"Saya mau ke rumah itu, saya mau menagih karma."

"Oh, saya jg mau kesana, kalo saya sih mau bayar karma."

Si tkg kayu hanya diam sambil melanjutkan pekerjaaannya seolah dia tidak
mendengar apa2. Kemudian dia mengumpulkan kayu bakar yg sdh dibelah,
mengikatnya menjadi satu dan mengusungnya ke rumah .

Setibanya di rumah, betapa kagetnya dia ketika mendapati seorg tabib
tengah memeriksa istrinya. Ternyata istrinya sedang hamil anak kembar. Si
tkg kayu berpikir "Ah... pastilah dua anak kecil tadi yg masuk ke rahim
istriku."

Tahun berganti tahun, si kembar pun mulai tumbuh. Sejak kecil, sudah
tampak perbedaan yg mencolok diantara keduanya. Yg sulung malas dan nakal,
yg bungsu rajin dan penurut. Seiring pertumbuhannya, si sulung terus
menerus membuat masalah dan keributan bagi keluarganya. Banyak
perbuatannya yg membuat si tkg kayu terpaksa harus menanggung malu. Tukang
kayu pun berpikir "Pasti ini anak yg datang utk menagih karma, makanya dia
sering membuat aku susah dan malu. Baiklah, aku tidak mau anak ini terus
menerus menagih karmanya sampai aku tua. Akan aku usir dia dari rumah."

Akhirnya si sulung pun diusir dari rumah. Sekarang hanya tinggal si bungsu
yg rajin dan penurut. Tidak ada lagi yg membuat keributan. Si tkg kayu
dapat hidup dengan tentram dan damai, mencurahkan seluruh harapan dan
kasih sayangnya kepada si bungsu.

Tahun berlanjut, rasa sayang kepada si bungsu semakin dalam, harapan pun
semakin besar. Namun tiba tiba si bungsu jatuh sakit. Tkg kayu
menghabiskan tabungannya utk membayar tabib-tabib terbaik, membeli
obat-obat terbaik, namun si bungsu belum sembuh juga. Karena tabungannya
sudah habis, tkg kayu pun menjual sawah serta ternak peliharaannya utk
menambah biaya pengobatan. Tapi, penyakit anaknya ternyata sangat langka,
belum pernah ada orang yg terserang penyakit seperti itu, para tabib mulai
kebingungan dan akhirnya menyerah.

Tukang kayu tidak kehabisan akal. Dia menjual rumah serta seluruh harta
bendanya dan pergi keluar kota utk mencari tabib lain. Demi kesembuhan
anak kesayangannya, apapun akan dia lakukan. Tapi sampai di luar kota, dia
memperoleh jawaban yg sama. Penyakit anaknya sangat langka. Belum ada obat
utk penyakit itu. Tak lama kemudian, di tengah kemelaratan dan
keputus-asaan si tukang kayu, anaknya meninggal.

Tak terlukiskan lagi kepedihan dan kekecewaan yg dirasakan si tukang kayu...

Ternyata, inilah anak yg datang utk menagih karma ...

Tkg kayu sadar dia tidak bisa lari dari karmanya sendiri. Dulu dia
berpikir, si sulung lah yg datang utk menagih karma karena kenyataannya
anak itu seringkali membuat masalah. Tukang kayu teringat kembali pada
anak sulung yg telah diusirnya. Dia merasa sangat menyesal.

Sementara si sulung, setelah diusir dia pergi keluar kota, mencari
pekerjaan utk menghidupi dirinya. Dia bekerja dgn sangat rajin, sehingga
dlm waktu singkat dia menjadi karyawan kepercayaan dan kesayangan
majikannya. Setelah tabungannya cukup, dia berhenti dari pekerjaannya dan
pulang ke kampung halaman utk mencari orang tuanya. Meskipun telah diusir,
tapi dia tidak mempunyai rasa dendam di hati. Karena dia adalah anak yg
datang utk membayar karmanya.

Si sulung akhirnya tiba di kampung halamannya. Dengan tabungan yg dia
kumpulkan, dia membelikan rumah baru utk keluarganya. Merekapun hidup dgn
damai.

Karma selalu ada disana, seperti buah yg tergantung pada cabang pohon.
Menunggu kematangannya pada waktu yg tepat, pada kondisi yg tepat. Dan
saat buah itu matang, ia akan jatuh menghantam tanah dibawahnya. Sekeras
apa buah itu menghantam tanah, tergantung berat dari buah itu sendiri.
Seberat apa karma yg berbuah, sesakit apa derita yg hrs kita rasakan,
tergantung dari berat karma yg telah kita lakukan. Tidak lebih, tidak
kurang.

Lalu apa yg harus kita lakukan? Apakah tidak ada cara utk menghapus karma?
Kita tidak bisa menghapus karma, tapi bisa membuatnya menjadi lebih
ringan. Perbanyaklah berbuat kebajikan. Sekecil apapun kebajikan itu, jika
dilakukan dgn hati tulus, akan lebih besar karmanya. Seperti halnya
segelas air garam yg sangat asin, jika ditambah dgn air tawar, sampai
gelas itu tak mampu lagi menampung dan air mulai berceceran keluar, lama
kelamaan air yg asin akan mengalir keluar dan yg tersisa di gelas hanyalah
air tawar saja.

Seperti itulah seharusnya yg kita lakukan dalam kehidupan kali ini. Entah
sudah berapa karma buruk yg telah kita lakukan. Dan skrg, di kehidupan
ini, di saat kita berkesempatan bertemu dengan Dhamma, seharusnya kita
banyak berbuat kebajikan utk mengurangi karma-karma buruk kita.

Dan ingatlah, jika ada karma buruk yg terjadi pada Anda, janganlah
membalasnya, krn disaat Anda berbuat, disitu karma baru diciptakan.
Relakan saja, dan berpikirlah positif "Ah, karma burukku berkurang satu."

Mungkin kedengarannya sangat susah utk dijalankan. Seberapa banyak dari
kita yg bisa tetap baik dan bersahabat dgn org yg telah mencuri, menipu,
memfitnah kita?

Tapi pernahkan Anda mencoba utk tetap bertahan tdk membalas, mencoba utk
berdamai dengan perasaan kecewa dan marah?

Cobalah sekali saja, tutup rapat-rapat mulut Anda disaat hendak marah,
Anda akan tau, mengalahkan diri sendiri jauh lebih susah daripada
mengalahkan sepuluh orang.

Dan disaat Anda sedang menutup rapat mulut Anda, menahan amarah Anda,
disitulah Anda bertemu dengan Dhamma yg mengatakan
" Musuh terutama bagi manusia, adalah dirinya sendiri."

0 comments:

Post a Comment

 
Top